MER-C PEDULI PALESTINA

Apakah maskawin harus seperangkat alat sholat?

Ass. Wr Wb Ustadz,Setiap kali saya menghadiri akad nikah, hampir setiap pengantin pria memberikan maskawinnya berupa ”seperangkat alat shalat” di samping benda lain seperti perhiasan atau uang. Apakah maskawin itu harus selalu pakai seperangkat alat shalat?



Walaikumsalam Wr Wb.

Mahar atau maskawin merupakan salah satu syarat sahnya pernikahan. Seorang laki-laki wajib menyerahkan maskawin kepada wanita yang akan dinikahinya. Hal ini dijelaskan pada ayat berikut.

“Berikanlah maskawin kepda wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian yang wajib ...” (Q.S. An-Nisa 4: 4)

Jadi, maskawin merupakan hak istri. Seorang calon istri berhak menetapkan jenis maskawin yang diinginkannya. Tidak ada satu dalil pun yang menjelaskan bahwa maskawin harus disertai dengan seperangkat alat shalat. Apa pun maskawinnya diperbolehkan, selama halal dan istri rela menerima. Bahkan, zaman Rasulullah ada wanita yang rela dinikahi dengan maskawin pengajaran beberapa ayat Al Quran. Silakan cermati hadis berikut.

Sahl bin Sa’ad menjelaskan bahwa Nabi saw. pernah didatangi seorang perempuan, lalu dia berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya menyerahkan diri kepada Tuan untuk dinikahi.” Lalu ia berdiri lama sekali. Kemudian tampil seorang laki-laki dan berkata, “Ya Rasulullah, kawinkanlah saya kepada perempuan ini seandainya Tuan tiada berhasrat kepadanya.” Rasulullah menjawab, “Apakah kamu mempunyai sesuatu untuk membayar mahar kepadanya?” Jawabnya, “Saya tidak punya apa-apa kecuali sarung yang sedang saya pakai ini.” Nabi berkata lagi, “Jika sarung tersebut engkau berikan kepadanya, tentu engkau duduk tanpa berkain lagi, karena itu carilah sesuatu.” Lalu ia pun mencari, tetapi tidak mendapatkan apa-apa. Rasulullah bersabda kepadanya, “Apakah kamu hafal sejumlah ayat Al Quran?” Ia menjawab, “Ya, saya hafal surat anu, surat anu.” Lalu Nabi bersabda, “Sekarang kamu berdua saya nikahkan dengan mahar Al Quran yang ada padamu.” (H.R. Bukhari dan Muslim).    

http://undanganmenikah.com/wp-content/uploads/2008/11/nikah-mas-kawin.jpg Bertolak dari keterangan ini, jelaslah bahwa maskawin atau mahar bisa berupa uang, benda berharga, atau apa saja yang bermanfaat dan maslahat, yang diberikan calon suami kepada calon istrinya, bahkan bisa dalam bentuk jasa seperti dalam keterangan di atas, yaitu berupa jasa mengajarkan sejumlah ayat Al Quran. Dengan demikian, maskawin tidak harus selalu ”seperangkat alat shalat”, apa saja boleh asalkan halal dan wanita yang akan dinikahi rido.

Wallahu A’lam. dari www.percikaniman.org

Menggunakan selaput dara palsu?

Di penghujung 2009 lalu, kita dikejutkan dengan masuknya “barang” impor dari China. Bukan sembarang barang, yang diimpor dari China kali ini adalah selaput dara (hymen) palsu. Banyak kontroversi mengenai hal ini dan saya ingin tahu bagaimana hukum penggunaan selaput dara palsu tersebut dalam Islam. Mohon jawabannya, Ustadz. terima kasih...



Saudara yang dirahmati Allah, saya akan mulai membahas pertanyaan Anda dengan hukum operasi selaput dara.

Operasi selaput dara adalah tindakan medis yang bertujuan untuk memperbarui keperawanan seorang perempuan yang sempat terganggu atau rusak oleh berbagai sebab.

Bila kita perhatikan dengan saksama, masalah seperti ini muncul ke permukaan sebagai imbas dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut hemat saya, permasalahan ini masuk dalam ranah muamalah yang tinjauan hukum fikihnya dikembalikan pada kaidah-kaidah umum yang telah disepakati para ulama dengan menggali dalil-dalil yang dapat dijadikan rujukan mengingat permasalahan seperti ini tidak secara rinci dan tekstual dibahas dalam ayat Al-Quran dan hadits Nabi.

Ada dua pendapat yang muncul di antara para ulama mengenai hal ini.

Pendapat pertama melarangnya secara mutlak sedangkan yang kedua hanya membolehkannya dalam keadaan tertentu. Berdasarkan beberapa sumber yang saya ketahui, operasi selaput dara termasuk dalam katagori transplantasi organ tubuh yang dengan jelas dilarang dalam Islam.

Ini merujuk pada salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Aisyah, Asma, Ibnu Masud, Ibnu Umar, dan Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. melaknat wanita yang menyambung rambutnya, baik dengan rambut sendiri atau rambut orang lain.

Jika hanya dengan menyambung rambut saja tidak boleh (padahal hanya merupakan organ luar yang secara kasat mata tidak begitu banyak menimbulkan madharat), apalagi mengoperasi selaput dara dan menggantinya dengan alat tertentu.

Sudah barang tentu hal ini akan banyak mendatangkan kemadharatan seperti terbukanya aurat, peluang penyalahgunaan, dan lain sebagainya.

Akan tetapi dalam Islam, sesuatu yang terlarang untuk dilakukan dapat berubah menjadi diperbolehkan jika ada unsur kemadharatan kalau hal tersebut tidak dilakukan. Seperti donor darah yang hukum asalnya terlarang. Jika tidak dilakukan (donor darah), tentu akan menyebabkan banyak orang meninggal karena kekurangan darah. Karena itulah kemudian donor darah diperbolehkan secara hukum.

Demikian pula halnya dengan penggantian selaput dara. Jika memang ada yang menyebabkan madharat jika tidak dilakukan, maka bisa saja operasi tersebut dilakukan. Hanya saja, sampai saat ini saya tidak melihat adanya unsur kemadharatan tersebut.

Penggantian selaput dara, terlebih digantikan dengan perangkat palsu, mungkin saja dapat membahayakan penggunanya. Bahkan bisa saja penggantian tersebut berpeluang besar untuk disalahgunakan demi kepentingan sekelompok orang. Wallahu a’lam.

http://percikaniman.org/images/banner/banner-tpfpi-2009.jpg 

dari www.percikaniman.org

Narsis dan lebay di facebook.

Ustadz Aam, mohon diterangkan tentang “Isrof”, apakah sikap-sikap narsis, lebay, mengumumkan terus-terusan kegiatan diri sendiri di facebook dan lain-lain, termasuk kategori Isrof ? terima kasih....



Pada prinsipnya ‘berlebihan’ dalam berbagai hal itu tidak dibenarkan agama. Jika kasusnya dalam mengupdate status di FB, dilihat dulu konteksnya. Jika memberikan efek yang buruk, sombong, memberikan celah maksiat, kebohongan atau bahkan mendholimi orang lain maka harus di stop.

Tapi misalnya berisi tausiah/nasehat kepada diri dan orang lain, jadwal-jadwal dakwah, sharing materi agama dan kebaikan..kenapa tidak?

Jangan terlalu tergesa-gesa dan pikirkan semua hal sebelum bertindak menulis apapun termasuk di FB.

Ingatlah juga, bahwa menjadikan waktu hanya sia-sia juga bukan merupakan sifat-sifat orang mukmin.

http://percikaniman.org/images/banner/banner-tpfpi-2009.jpg

Sumber :
- Tanya jawab MPI tgl 7/3/2010
- Download Materi MPI
http://percikaniman.org/data/mpi/MPI-7-3-2010.pdf
dari www.percikaniman.org